Wednesday, 13 June 2018

Inilah Rahasia Kejayaan Umat Islam Terdahulu (2)



Kini tibalah utusan kaum Muslimin mendatangi istana Raja Mauqauqis. Saat itu Amr mengutus Ubbadah bin Shamit sebagai juru runding. Kurang lebih seperti inilah yang disampaikan oleh Ubbadah dihadapan Raja Mesir dan hulubalangnya:

“Kami memperjuangkan agama ini tak lain untuk mencari keridhoan Allah. Meskipun harta rampasan perang telah dihalalkan Allah untuk kami, Tapi kami berjuang bukan untuk itu. Bukan untuk kekayaan maupun kekuasaan di dunia. Memiliki emas sebesar gunung, ataupun tak beruang sepeserpun itu tak penting bagi kami, karena tujuan kami di dunia ini adalah hanya sekedar mengambil sekenyang perut, siang atau malam."

“Ketika kami memiliki kelebihan harta benda,” Lanjut Ubbadah, “Kami akan segera membelanjakanya di jalan Allah. Menurut kami, segala nikmat dan kesenangan di dunia ini belumlah pantas disebut sebagai nikmat, sebab nikmat dan kesenangan yang sejati adalah di akhirat. Pelajaran itulah yang diajarkan Allah melalui Nabi kami tercinta.”

“Nabi kami memperingatkan agar hadapilah dunia ini hanya sekedar untuk pengisi perut, penghindar lapar dan penurup aurat saja. Tujuan utama kami di dunia adalah mencari keridhoan Allah dengan beramar ma’ruf nahi munkar.”

Ubbadah mengakhiri diplomasinya bertepatan dengan waktu shalat. Maka shalatlah dia disamping kudanya yang terikat. Ketika sedang shalat, tiba tiba datang beberapa orang pembesar bangsa Rum yang kemudian mengolok olok cara beribadah yang dilakukan Ubbadah.

Ubbadah geram. Selesai shalat dikejarlah para pembesar itu. Melihat nyawanya terancam, mereka lari tunggang langgang. Untuk mengalihkan perhatian, para pembesar itu melempar berbagai perhiasan, emas, cincin dan kalung berharga yang mereka pakai dengan harapan Ubbadah akan teralihkan perhatiannya.

Ternyata, Jangankan mengambilnya, melirik pun tidak. Sahabat pemberani itu terus fokus mengejar para pembesar Rum sampai mereka lari ke dalam benteng yang sulit untuk ditembus. Disana, mereka melempari Ubaddah dengan batu.

Dengan hati dongkol, Ubbadah pun kembali ke tempat dia bersembahyang tadi tanpa sedikit pun menghiraukan emas perhiasan yang berserakan di lantai yang tadi dijatuhkan oleh para pembesar Rum.

Demikianlah kisah yang menggambarkan kekuatan tekad kaum Muslimin zaman dahulu. Buya Hamka menjelaskan dengan indah, “Keduniaan mereka pandang sebagai ranting kehidupan yang paling kecil, dan mereka besarkan usaha mencari keridhaan Allah. Taat kepada perintah Allah dan rasul-Nya.”

“Dengan niat demikian,” Buya Hamka menambahkan, ”mereka mampu menaklukan bangsa dan kota kota besar kala itu. Sifat Qana’ah telah meresap ke dalam urat darah mereka. Mereka berjuang di medan perang tanpa kenal takut demi satu tujuan supaya kalimat Allah lebih tinggi dari apapun.  Itulah yang menyebabkan agama ini tersebar luas hingga sekarang.”

Dari kisah ini saya belajar, bahwa jangan harap mampu melakukan hal hal besar, kalau menaklukan diri sendiri saja tak bisa. Cara menaklukan diri sendiri adalah dengan jalan Qanaah.
Wallahu alam bishawab.

Tentang Qana’ah ini, saya akan posting kemudian. Mari sama sama belajar. :)

Ditulis di Subang, 13 Juni 2018
Kisah ini disarikan dari buku Tasawuf Modern karya Buya Hamka.
Share:

0 comments:

Post a Comment