Kemarin sore, saya menonton Upin Ipin bersama Shafa, anak saya. Di film animasi yang berasal dari negeri Jiran ini, diceritakan Si Upin dan Ipin menjadi detektif untuk membantu temannya yang kehilangan benda berharga.
Lucu tingkah mereka itu, apalagi ketika menginterogasi warga dengan gayanya yang 'sok' serta menyelidiki lingkungan sekitar dengan menggunakan lup atau kaca pembesar. Shafa tertawa, saya juga.
Tapi tiba tiba, iya tiba tiba saja, saya jadi ingat, dulu waktu masih d bangku SD, saya juga sering menggunakan itu kaca pembesar atau lup, bukan untuk main detektif detektifan, tapi untuk mendapat nilai pelajaran IPA, tentu saja.
Pada tengah hari bolong, kami bersama guru pergi ke tanah lapang, sambil bawa lup, kertas dan juga pada paki topi karena panas.
"Nah, mataharinya lagi bagus nih.." Kata Pak Guru, "Coba kalian fokuskan sinar matahari itu pakai lup, kemudian arahkan ke kertas koran."
Kami menyimak dengan seksama.
"Yang kertasnya terbakar, bapak kasih hadiah!" Kata Pak Guru mantap.
Walau saat itu lagi terik, kami pun semangat.
Hingga saat ini, moment bakar bakar kertas itu masih membekas dalam benak. Ternyata ada pelajaran berharga disana, yang waktu itu, daya nalar saya, yang notabene masih esde, belum bisa menggapainya.
Kalau direnungkan, memosisikan lup di bawah cahaya matahari adalah suatu bentuk ikhtiar. Suatu bentuk upaya yang bertujuan untuk mencapai hasil.. yaitu terbakarnya kertas.
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, yang membakar kertas tersebut, lup atau sinar matahari?
Kalau kata Brian Klemmer, penulis buku The Compassionate Samurai, kita harus menginsyafi sedalam dalamnya, bahwa yang membakar itu sebenarnya bukan kaca pembesar, melainkan sinar matahari.
Hikmah yang bisa kita ambil dari peristiwa ini adalah bahwa sudah seharusnya manusia jangan sombong. Karena sehebat apapun, manusia hanyalah sebuah kaca pembesar.
"Adalah hal penting agar kaca pembesar tidak menjadi bingung dan mengira bahwa dia adalah kekuatan matahari." Kata Brian Klemmer.
Saya jadi ingat Mbah Shaleh Darat. Dalam bukunya, KH. Shaleh Darat bertanya, "Apakah yang kita nikmati hari ini diperoleh karena ikhtiar dan doa doa kita kepada Allah?"
Beliau menjawab, "Tidak!"
"Semua itu terjadi atas kehendak qadla'qadar dan belas kasih Allah.
:)
-----
Subang, 15 Maret 2018
Ditulis di rumah, saat lagi istirahat makan siang. :)
akhirul kalam,

