Wednesday, 10 January 2018

Si Peniru


Menikah dan kemudian dikaruniai anak adalah pengalaman pertama buat saya. Iya, saya newbie dalam hal ini. Parahnya, waktu kuliah tak ada satu pun mata kuliah yang mengajarkan tentang menjadi seorang ayah atau suami teladan. 

Tak ada itu yang namanya Sarjana Rumah Tangga. Atau Ahli Madya Ayah Trengginas.  Harusnya ada ya. Semoga tulisan ini dibaca oleh Menteri Pendidikan. Karena kasian yang baru pada nikah, Pak. Mereka kebanyakan otodidak.

Ketika anak perempuan pertama saya, Shafa, lahir. Perasaan bahagia, takjub, dan takut, semuanya berkecamuk jadi satu. Takutnya, saya  tak bisa mendidik dan menjaganya dengan benar.

“Tugas orang tua adalah mencukupi kebutuhan, mendidik serta menunjukan jalan yang benar buat anaknya.” Kurang lebih begitu kata Mama, ibu saya. Saya manggut. Dan dalam hati bergumam, “Ini bagaimana caranya, mimpin diri sendiri saja kadang keteteran.”

Setelah beranjak dewasa (ga dewasa2 banget sih, sekarang masih balita) beberapa kali saya terperangah dengan kelakuannya. Si Shafa ini kayanya bukan tipe anak yang mudah dinasihati.

Beberapa kali suruh mengaji, dia enggan. Diajari shalat, kabur. Diminta belajar baca tulis, malah ngegambar Si Elof.

Jangar (pusing) kan?

Eh tapi, ketika saya mengaji, ada hal menarik yang terjadi. Dia tiba tiba duduk di samping, sok sokan ikut ngaji. Saya lagi ngerjain proyek kantor, dia sibuk ngeluarin alat tulisannya, dan langsung minta diajarin cara nulis angka 4. Dan waktu ibunya shalat, tiba tiba dia bergegas pakai mukena, ikut ikutan shalat juga, walau hanya jumpalitan kaya atlet silat.

Dalam hati saya bergumam, Ehm… jadi gitu.

Oh iya, ada cerita satu lagi. Si Shafa ini kan seneng banget ngoleksi sandal. Tiap diajak maen, pasti minta dibeliin sandal baru. Itu sandal, yang ukurannya imut imut itu, kalau disusun ke atas, mungkin tingginya hampir setengah monas.

Tiap hari sandal yang dia pakai, gonta ganti. Imbasnya, rumah jadi kayak toko sendal. Bedanya, kalau toko sendal bagus penataannya, ini berantakan kemana mana.

Saban hari ibunya ngomel. Saya juga kadang gitu, coba menasehati, tapi teu mempan euy. Akhirnya, belajar dari pengalaman pengalaman sebelumnya, saya tak nasehati lagi, tapi coba dengan cara lain: kasih contoh.

Tiap pulang kerja atau abis main sama Shafa, saya simpan sendal/sepatu saya ditempatnya. Nyimpennya pun tak sembarangan, saya tata serapi mungkin. Apa yang terjadi? Eh, dengan seksama dia ngikutin! haha.

Benar kata Pak Ustad tempo hari, “Jangan berharap anakmu berakhlak baik, kalau akhlakmu saja, orang tuanya masih amburadul.”

Fokus saja dulu pada perbaikan akhlakmu, Inshaa Allah anakmu nyusul. Jangan sok sokan nyuruh anak shalat tepat waktu, kalau bapaknya saja shalat duhur jam 2.

Gitu katanya. Kan, Jleb.

Ditulis sambil ngemil kuaci rebo rasa susu. Di Subang, jam sebelas malam.Tanggalnya ga disebut, kan ada di atas.
Share:

0 comments:

Post a Comment