Menikah dan kemudian dikaruniai anak adalah pengalaman pertama buat saya. Iya, saya newbie
dalam hal ini. Parahnya, waktu kuliah tak ada satu pun mata kuliah yang
mengajarkan tentang menjadi seorang ayah atau suami teladan.
Ketika anak perempuan pertama saya, Shafa, lahir. Perasaan bahagia,
takjub, dan takut, semuanya berkecamuk jadi satu. Takutnya, saya tak
bisa mendidik dan menjaganya dengan benar.
“Tugas orang tua adalah mencukupi kebutuhan, mendidik serta menunjukan jalan yang benar buat anaknya.” Kurang lebih begitu kata Mama, ibu saya. Saya manggut. Dan dalam hati bergumam, “Ini bagaimana caranya, mimpin diri sendiri saja kadang keteteran.”
Setelah beranjak dewasa (ga dewasa2 banget sih, sekarang masih
balita) beberapa kali saya terperangah dengan kelakuannya. Si Shafa ini
kayanya bukan tipe anak yang mudah dinasihati.
Beberapa kali suruh mengaji, dia enggan. Diajari shalat, kabur. Diminta belajar baca tulis, malah ngegambar Si Elof.
Jangar (pusing) kan?
Eh tapi, ketika saya mengaji, ada hal menarik yang terjadi. Dia tiba
tiba duduk di samping, sok sokan ikut ngaji. Saya lagi ngerjain proyek
kantor, dia sibuk ngeluarin alat tulisannya, dan langsung minta diajarin
cara nulis angka 4. Dan waktu ibunya shalat, tiba tiba dia bergegas
pakai mukena, ikut ikutan shalat juga, walau hanya jumpalitan kaya atlet
silat.
Dalam hati saya bergumam, Ehm… jadi gitu.
Oh iya, ada cerita satu lagi. Si Shafa ini kan seneng banget ngoleksi
sandal. Tiap diajak maen, pasti minta dibeliin sandal baru. Itu sandal,
yang ukurannya imut imut itu, kalau disusun ke atas, mungkin tingginya
hampir setengah monas.
Tiap hari sandal yang dia pakai, gonta ganti. Imbasnya, rumah jadi
kayak toko sendal. Bedanya, kalau toko sendal bagus penataannya, ini
berantakan kemana mana.
Saban hari ibunya ngomel. Saya juga kadang gitu, coba menasehati, tapi teu mempan euy. Akhirnya, belajar dari pengalaman pengalaman sebelumnya, saya tak nasehati lagi, tapi coba dengan cara lain: kasih contoh.
Tiap pulang kerja atau abis main sama Shafa, saya simpan
sendal/sepatu saya ditempatnya. Nyimpennya pun tak sembarangan, saya
tata serapi mungkin. Apa yang terjadi? Eh, dengan seksama dia ngikutin!
haha.
Benar kata Pak Ustad tempo hari, “Jangan berharap anakmu berakhlak baik, kalau akhlakmu saja, orang tuanya masih amburadul.”
Fokus saja dulu pada perbaikan akhlakmu, Inshaa Allah anakmu nyusul. Jangan sok sokan nyuruh anak shalat tepat waktu, kalau bapaknya saja shalat duhur jam 2.
Gitu katanya. Kan, Jleb.
Ditulis sambil ngemil kuaci rebo rasa susu. Di Subang, jam sebelas malam.Tanggalnya ga disebut, kan ada di atas.

0 comments:
Post a Comment