Sunday, 26 November 2017

Pintu Yang Tertutup


Kerempeng badannya, tingginya lumayan laah, kalau bicara menyeracau, plontos kepalanya, dan bila ada yang nanya identitas, dia akan jawab dengan mantap, "Kenalkan nama saya Sutera, seorang tenaga marketing dari Bank Hijau Syariah."

Saya kenal Si Sutera ini kurang lebih 4 atau 5 tahun yang lalu, ketika kami sama sama kerja di Bandung, di salah satu bank syariah ternama. Saya bagian lending, dia funding

Karena sama sama bertugas sebagai tenaga pemasar, kami kerap keluar bareng. "Sekarang rute kita kemana nih, Dom?" Tanya saya.

Ya, karena namanya mirip dengan salah satu merk terkenal alat kontrasepsi, anak anak sering memanggilnya DOM. entahlah kenapa bisa seperti itu, saya hanya ikut ikutan saja.

"Ke arah Cijerah saja, Den. disana banyak pengusaha kelontongan yang bisa kita tawari pembiayaan." Jawab si Sutera, mantap. Saya pun mengiyakan.

Sebagai partner kerja, Si Sutera ini bisa dibilang teman yang menyenangkan. Walaupun agak sedikit arogan, dia orangnya periang, ramah dan yang selalu saya kagumi adalah semangat juangnya yang tak pernah padam. 

Sungguh, kalau kita sama sama kerja sebagai pemasar, semangat itu seperti bahan bakar yang harus selalu terisi. Tanpa semangat, habislah kita punya karir. 

Ada satu momen yang hingga saat ini selalu saya ingat tentang Si Sutera. 

Kala itu, kurang lebih jam 4.30, jam jam dimana para pemasar kembali ke markasnya masing masing. Saat itu kami dalam kondisi yang lusuh (kalau tak ingin disebut porak poranda), sehabis canvasing dari Pasar Caringin, ditambah kehujanan di daerah Tegalega, sehingga jaket, sepatu dan baju.. kucel tak ketulungan. 

Pikir saya saat itu, sungguh tak elok nampaknya kalau saya masuk lewat pintu depan. Udah mah waktu itu masih ada nasabah, kita juga takut mengotori lantai banking hall.

"Lewat panto tukang aja, Den." - Lewat pintu belakang saja, Den. Saran Si Sutera saat itu. Saya langsung manggut dan setuju. 

Tapi malang, pintu belakang yang terbuat dari besi dan berwarna putih itu, malah tertutup rapat, dan Si Dian, teman kantor yang biasanya nongkrong disana kala sore, kini tak nampak batang lehernya. 

Dalam kondisi kedinginan dan amat butuh teh manis panas saat itu, saya pun bilang ke Si Sutera dengan nada melas, "Duh Dom euy, panto na oge di konci. Ieu Si Dian di teleponan teu di angkat angkat deuih."

- Duh, pintunya dikunci, Dom. Si Dian juga ditelfonin gak diangkat.

Si Sutera terdiam. kemudian nyengir.

 "Masa Sih?" Ujarnya sambil kemudian melangkah dan mendorong pintu besi tersebut dengan pongahnya.

"Haha, tuh ngga dikunci Den ah. Makanya, kalau apa apa itu jangan negative thingking duluan. Jangan menyerah sebelum mencoba. Katanya suka nonton acara Mario Teguh, kumaha sih?" Si Sutera nyerocos sambil nyengir bangga.

Saya yang diceramahi, tertegun sedikit malu.

"Coba heula atuh!" Tambahnya sambil terus tersenyum bangga. 

"Anjir, bener oge maneh, Dom! Haha." Jawab saya.

Dan hingga saat ini, moment #pintubelakangyangtertutup itu masih saya ingat. Mungkin hingga akhir hayat. :)


--
Ditulis di Subang 26 November 2017.

Gambar pinjam dari Stocksnap.io
Share:

0 comments:

Post a Comment