Tuesday, 4 December 2018

Sampai Kapan Kita Harus Berperang Melawan Hawa Nafsu?


Syekh Ibnu ‘Athaillah berkata, “Andaikan tidak ada lapangan perjuangan melawan hawa nafsu (syahwat), pasti tidak dapat terbukti perjalanan orang orang yang menuju kepada Allah.”

Perihal ini KH. Shaleh Darat menjelaskan, “seberapa berat dan jauh kewajibanmu untuk beribadah dan berjalan menuju Allah, itu masih tetap berada pada dirimu sendiri, karena yang membuat berat dan jauh adalah syahwat mu sendiri.

Syekh Abu Madyin berkata, “barang siapa tidak membunuh nafsunya, maka dia tidak akan melihat kebenaran.

Syekh Abu Abbas menambahkan, “seorang hamba tidak akan bisa mencapai Allah kecuali dengan melewati dua pintu; yaitu pintu fana’al-akbar (membunuh dirinya sendiri), dan pintu fana’ al-ashgar (membunuh nafsu amarah).

Pada suatu hari Syekh Hatim al-Asham berkata, “barang siapa hendak mengikuti madzhabku ini, maka jadikan nafsumu menjadi 4 macam kematian, yaitu;

Mati merah, yakni mengingkari kehendak nafsu.

Mati hitam, yakni tahan disakiti manusia dengan dipukul atau disakiti menggunakan kata kata yang buruk.

Mati putih, yakni lapar.

Mati hijau, Tidak berlebih lebihan dalam berpakaian. Kalau ada yang bolong, boleh menggunakan tambalan (compang camping).

Diakhir penjelasannya, KH. Shaleh Darat mengatakan, “matinya nafsu tersebut tidak akan sempurna kecuali engkau mencari guru yang sempurna, yang sudah selesai mengajar dirinya sendiri dan tentu saja sudah mengalahkan hawa nafsunya. Jika kau sudah menemukan guru seperti itu, maka pasrahkan dirimu padanya seperti mayat di hadapan orang yang memandikannya.”

Wallahu a’lam bishawab.

————–
Kisah ini disarikan dari syarah Al-Hikam Ibnu Athoillah Assakandary oleh KH. Sholeh Darat, Mahaguru para ulama besar nusantara. (1820-1903 M)
Share:

0 comments:

Post a Comment