Setelah menjalani hidup kurang lebih 26 tahun, akhirnya saya sadar, bahwa apapun yang kita lakukan, apapun yang kita inginkan, dan bahkan apapun yang kita hasilkan, semuanya bergantung pada pola pikir.
Kata guru ngaji saya juga, kalau inginkan hasil yang baik:
1. Pikirkan yang baik
2. Lakukan yang baik
3. Harapkan yang baik
Tuh kan, awalnya, pola pikir dulu yang harus diperbaiki.
Ngomong ngomong tentang pola pikir, kemarin saya membaca
satu thread bagus di Kaskus. Akun yang bikin thread tersebut, namanya theunlearnid. Dengan bahasa yang enak
dibaca, theunlearnid menjelaskan bagaimana cara melatih pola pikir agar kita
bisa mendapatkan hidup yang lebih baik.
Begini kata beliau (ane copas langsung ya man-teman, supaya kita sama sama belajar):
“Kalau ada satu buku yang menurut saya praktis dan juga
penuh dengan wisdom, buku itu adalah The
Four Agreements karangan Don Miguel
Ruiz. Sangat praktis karena kalau kita mengaplikasikan 4 hal ini dalam keseharian,
terasa sekali bagaimana hidup kita bisa berubah. Namun, praktis tidak berarti
mudah. Karena hidup kita sudah terkondisikan sedemikian rupa sebagai ‘orang
dewasa’ sehingga banyak sekali kebiasaan-kebiasaan yang harus kita tanggalkan
terlebih dahulu sebelum bisa merasakan perubahannya.
“Kalau kata Om Ruiz, kita butuh niat yang sangat kuat untuk
bisa mengaplikasikan 4 Persetujuan ini. Tetapi, kalau kita bisa, maka akan
terjadi suatu transformasi yang luar biasa. Kita akan mulai melihat drama
hilang dari kehidupan kita dan mulai menciptakan surga di dunia.Wow. Masa sih
om? Dibuat penasaran juga sih.”
Apa gunanya 4 Agreements ini?
Untuk melepaskan kita dari The Domestification of Human.
Apa om? Apa itu?
Tanpa kita sadari, seumur hidup kita, kita telah menerima berbagai macam
informasi dari ayah, ibu, guru, teman, lingkungan yang akhirnya membentuk
kepercayaan dan juga pola pikir kita. Kita diajarkan bagaimana hidup yang
‘benar’ dan perilaku-perilaku apa yang ‘benar’ juga. Kita memiliki konsep benar
dan salah, dan akhirnya belajar untuk mulai menghakimi, baik ke diri sendiri
dan juga orang lain. Banyak sekali peraturan-peraturan yang diajarkan ke kita
melalui sistem reward dan punishment. Yang akhirnya kita belajar untuk
melakukan sesuatu demi mendapatkan reward (walaupun hanya untuk mendapatkan
perhatian) dan takut terhadap penolakan.
Kita telah banyak menerima berbagai
agreements, peraturan, kondisi yang sebenarnya belum tentu sesuai ataupun kita
setujui. Kita telah di domestifikasi (dijinakkan), seperti binatang liar
yang sudah lupa terhadap jati diri dan instingnya.
#1: Be Impeccable With Your Word
Gunakan kata-kata dengan integritas. Katakan hanya apa yang benar-benar
kamu maksudkan. Hindari penggunaan kata-kata yang merendahkan diri sendiri
ataupun orang lain, termasuk gosip. Gunakan kata-kata untuk mengekspresikan
kejujuran dan kasih sayang.
Apa yang kamu katakan bisa mengubah hidupmu. Begitu kuatnya kata-kata, ia
bisa mengubah dunia menjadi lebih baik ataupun menghancurkannya.
Impeccable artinya “without sin” – tanpa dosa, dimana dosa disini maksudnya
adalah hal-hal yang kita lakukan yang bertolak belakang dengan diri kita
sendiri, seperti menyalahkan atau menghakimi diri sendiri ataupun orang lain.
Menjadi impeccable artinya kita mengambil tanggung jawab atas apa yang kita
lakukan tanpa menyalahkan ataupun menghakimi diri kita ataupun orang lain. Ini
sebabnya gosip adalah racun.
Dosa dimulai dengan membuat penolakan terhadap diri sendiri. Jadi setiap
kali kita bilang “Aduh gue gendut banget ya. Gue bodoh banget deh. Gue gak
mungkin bisa seperti itu. Gue jelek banget sih.” Itu artinya kita tidak impeccable.
Nah, 4 Agreements inilah yang bisa melepaskan kita dari domestifikasi tersebut. Dimana kita bisa kembali menemukan kekuatan diri kita yang sesungguhnya.
Nah, 4 Agreements inilah yang bisa melepaskan kita dari domestifikasi tersebut. Dimana kita bisa kembali menemukan kekuatan diri kita yang sesungguhnya.
“When you are impeccable with your word, you feel good; you feel
happy and at peace.”
Kita bisa mengukur impeccability dari kata-kata kita dari ukuran
self-love. Kalau kita benar-benar mencintai diri kita sendiri, menyukai diri
kita sendiri, ini terlihat dari kualitas dan integritas kata-kata kita. Karena
orang yang mengasihi dirinya sendiri tidak akan menyakiti diri sendiri ataupun
orang lain. Kalau kita sudah impeccable dengan kata-kata kita, kamu akan merasa
lebih baik; merasa bahagia, dan damai. Rasanya tentram.
Ehm. *ketampar*
Karena selama ini sudah terbiasa kalau ngomong ya ngomong aja. Gak
perlu dipikirin banget-banget gitu ya. Walaupun bercanda, tetapi selalu ada
‘truth’ dibalik becandaan itu. Setelah baca ini, saya jadi lebih hati-hati
menggunakan kata.
#2: Don’t Take Anything Personally
Gak penting untuk merasa tersinggung. Gitu aja kok dimasukin hati.
Apapun yang terjadi di sekitarmu, gak usah dimasukin ke hati.
Contohnya, kalau kita ketemu di jalan dan saya bilang, “Eh, elo goblok banget
sih” tanpa mengenal dirimu terlebih dahulu… ini bukan tentang kamu; ini tentang
saya. Kalau kamu tersinggung atau dimasukin ke hati, mungkin sebenarnya kamu
percaya kalau kamu memang goblok. #eh Lalu mulai mikir “kok dia bisa tahu ya?”
Kalau kamu tersinggung atau sakit hati, artinya kamu setuju dengan
apa yang orang lain katakan.
Oh juaraaaaaaaaaaaa!!!!
Tunggu, ada satu lagi nih.
Personal
importance, or taking things personally, is the maximum expression of
selfishness because we make the assumption that everything is about “me”.
“Personal importance, atau sakit hati ini adalah bentuk tertinggi
dari keegoisan manusia karena kita berasumsi bahwa semuanya adalah tentang
‘SAYA’.”
Mau mati kan dengernya. Ini membuat saya berpikir, setiap kali
saya tersinggung atau sakit hati, sebenarnya saya lagi egois. Lalu, tanpa
disadari malah setuju dengan hal yang sebenarnya saya gak suka itu. Lalu,
ngapain juga pake tersinggung. Apapun yang orang lain lakukan itu bukan tentang
kita, tetapi tentang diri mereka sendiri.
Their actions are reflections of them. Not of us. Just like our
actions are reflections of us.
*ketampar lagi*
Kalau kita masukin ke hati, artinya kita memakan semua sampah
emosi orang tersebut yang sekarang jadi sampah kita juga. Tapi, kalau kita
tidak take it personally, kita jadi kebal terhadap hawa neraka.
Kalau ada orang marah, itu cara mereka menghadapi apa yang terjadi
dengan mereka. Kita hanya menjadi alasan untuk marah. Orang marah karena takut.
Kalau kita tidak takut, tidak mungkin kita marah atau sebel sama orang lain.
Kalau kita tidak takut, tidak mungkin kita merasa sedih atau iri.
Aaaarrrgggghhhh. Jadi selama ini sedih atau iri itu karena takut?
Jadi, kata Om Ruiz, kalau kita bisa melakukan Agreement no 1 dan 2
dengan baik, maka kita sudah menanggalkan 75% dari berbagai agreements
sebelumnya yang telah membuat kita terjebak di neraka. Jadi, kita bisa saja ada
di tengah-tengah neraka tetapi tetap merasakan ketentraman.
-- Kepanjangan nih kayanya. lanjut di post dua ya teman-teman... :)



0 comments:
Post a Comment