Tuesday, 30 April 2013

Bertahan Hidup Dengan Ilmu Goceng!



Ketika week-end melanda negeri, Biasanya saya mudik ke Subang. Selain bertemu istri, disana banyak teman juga. Iya, teman dari zaman SD hingga kuliah, tak perlu lah ya saya sebut satu persatu disini. Kelamaan.

Rumah teman yang tak pernah alpa saya kunjungi adalah rumahnya Mang Hade. Iya, namanya Hade. Mang itu panggilan khas Sunda, Kependekan dari Mamang atau Emang. Mamang itu kalau di-Indonesia-kan mah kurang lebih artinya Paman.

Siapa Mang Hade?

 Ah, belum tahukah kamu kawaan? Beliau itu teman, sahabat saya, paman juga, bahkan kadang-kadang jadi guru kehidupan. Usianya sekitar 40 tahunan. Berkumis, selalu pake iket khas sunda, beristri satu, beranak dua dan sangat hobi memancing.

Orangnya seru, kadang saya bingung, kapan dia serius kapan dia lagi becanda. Tapi yang pasti, diakhir candaannya, selalu terselip kata sarat makna.

Saat main ke rumahnya, terlihat Mang Hade sedang asyik memegang sebuah bambu yang setelah beberapa saat saya amati, itu bambu bukan sekedar bambu, tapi sebuah celengan, sodara-sodara.

Celengan bambu klasik dengan lubang selebar uang logam. Ada ukiran-ukirannya, bahkan dibelakang celengan tersebut, terukir (kayanya diukir dengan pisau raut) nama si Mamang, HADE.

Ketika saya tiba, Mang Hade terus sibuk memasukan beberapa lembar uang kecelengan bambunya itu. Tak tahu dia, saya datang.

“Assalamalaikuum...”

Dengar salam, Si Mang Hade terhenyak lalu menoleh, “Eh Den, kadieu-kadieu. Karek pulang ti Bandung nya?” –Yang Artinya: Kesini. Kesini, baru pulang dari Bandung?-

“Enya Mang.” Yang artinya: Iya Mang. “Ari Mamang lagi apa? Asa sibuk kitu?” tanya saya, nyengir. Itu ‘asa sibuk kitu’ artinya keliatan sibuk.

“Ieu Den, lagi nyengcelengan. Hehe. Biasa, untuk bekal menghadapi 'kemarau'. Hidup kan tak selamanya punya, ada saat dimana kita ketiban paceklik. ” kata Mang Hade.

“Kenapa tidak nabung ke Bank atuh Mang? Bukannya riskan nyimpen di celengan? Ah si mamang maah, tidak melek teknologi euy.” Seloroh saya.

“Yeeh, dengar dulu. Ini Mamang nabung bukan sekedar nabung. Tapi ada progamnya, Den!” kata si Mamang, mantap.

“Program gimana Mang?” saya penasaran.

“Jadi gini, tiap hari Mamang selalu menyisihkan uang 5000 Rupiah untuk ditabung. Pokoknya kalau di saku ada 5 lembar 5000, berarti itu semua jatah celengan. Tapi minimal harus ada 5000 sehari.”

Saya takjub, walaupun kehidupannya sederhana, tinggal di kampung, tiap hari mengembala kerbau, ternyata si Mang Hade hidupnya terarah. Punya konsep. 

“Wuih, asa keren kitu, Mang!”

“Iya atuh, walau tinggal di kampung, hidup mah kudu terkonsep, Den. Jangan mengalir seperti air. Mun aliran na menuju comberan, masa Mamang diam sajah? Haha..”

"Jadi itung-itungannya gini Den, dengan sehari 5000, sebulan kita bisa dapat sekitar 150.000. Nah, bayangin aja, kalau setahun berarti celengan mamang terisi hingga kurang lebih  Rp 1.800.000,-. Itu kalau perharinya 5000, Den. nanti kalau penghasilan udah bertambah, kan bisa dinaikin lagi perharinya, jadi ceban misalnya. hehe." Kata Mang Hade. Yang belum tahu, ceban itu 10.000.

“Whoo, Bener juga, euy. Boleh juga nih di coba, Mang. Saya juga ikutan mang ah program 5000-nya. Bikinkan saya celengan bambu juga ya, Mang. Hehe.. Yang bagus ukirannya.”

“Ah kamu mah, sudah minta tulung, banyak nawar pula.” Kata Si Mamang cekikikan.

Saya nyengir.

Lama kelamaan, saya mikir....

“Mang, ari mamang meunang ilmu goceng ieu hasil tapa di gunung mana?” kata saya berseloroh, sambil terus menyimpan rasa penasaran.

“Haha, ngapain tapa? Mamang juga punya agama atuh, Den. Hehe..”  Si Mamang diam sejenak, pelan-pelan dia melanjutkan omongannya, “Ini mah Mamang dapat baca, dari majalah bisnis edisi mingguan.” Si mamang nyengir, saya.

“Beuh, keren euy Si Mamang. Bacaan-na bisnis. Haha.”

“Yeeh, tong salah, Den. Kieu kieu ge Mamang mah resep maca, supaya teu tinggaleun informasi.” –artinya: jangan salah. Begini begini juga saya hobi baca, agar tak ketinggalan informasi.-

Kemudian si mamang ngomong lagi, “Bahkan, rencananya, ini uang celengan mau mamang belikan iPad. Untuk teman ngangon munding nanti.” Ngangon itu menggembala sedangkan munding artinya kerbau.

“Hahaha, gaya.” Itu saya yang tertawa. Si Mamang juga ikutan tertawa. cuman entah kenapa kerbaunya gak ikutan tawa. Sombong dia mah.

"Terus jangan lupa, Den, sedekahnya. Celengan goceng ini mah ditaboknya pas di dunia. sedangkan celengan sedekah, hasilnya akan kamu tuai di akhirat nanti." 

Saya melongo. Subhanallah sekali ini Si Mang Hade ilmunya.

"Siap siap mang, hatur nuhun pisan ilmu nya ya." Jawab Saya.

"Siiip..." Kata Mang Hade sambil tersenyum dan mengacungkan jempol besarnya.

Mang Hade by @wisnumulyadi


Tubagus Ismail, 30 April 2013
Share:

1 comment: