Di tengah gegap gempita media sosial seperti Instagram dan TikTok, dengan bertaburnya video-video menarik di sana, saya justru masih merasa nyaman menulis dan membaca tulisan. Kenapa?
1. Menulis
itu hening.
Alih-alih berbincang dengan orang lain, menulis membuat kita berbincang dengan
diri sendiri. Dalam tulisan, saya bisa lebih jujur. Menulis juga jalan keabadian.
Usia tulisan bisa jauh lebih lama dibanding usia penulisanya sendiri.
2. Tulisan
adalah inti pemikiran.
Ada proses menulis, menghapus, merevisi, lalu menyusun kembali. Hingga akhirnya
lahirlah tulisan yang muncul di blog, buku, atau media lain—sebagai buah
pikiran terbaik dari seorang penulis. Kadang kita tak sadar, satu artikel
pendek yang kita tulis di blog, bisa memperbaiki hidup seseorang, minimal cara
pikir mereka berubah.
3. Tulisan
bisa memperbaiki pola pikir.
Berkali-kali saya menemukan sudut pandang baru atau bahkan berubah pikiran,
hanya karena membaca tulisan orang lain, entah dari buku atau artikel blog.
4. Membaca
melatih kesabaran berpikir.
Tidak seperti menonton video singkat, membaca menuntut kita untuk berhenti
sejenak, merenung, dan memahami. Di situlah kedalaman lahir.
5. Membantu
merapikan isi kepala
Pikiran seringkali berantakan. Menulis itu
seperti “merapikan lemari” isi otak—yang tadinya acak-acakan jadi lebih
tertata. Banyak orang merasa lebih lega setelah menulis curahan hati atau
pengalaman. Menulis bisa jadi terapi.
6. Merekam
jejak pikiran & perasaan.
Kadang kita lupa pernah berpikir atau merasakan sesuatu. Dengan menulis,
semuanya terdokumentasi dan bisa kita baca ulang di masa depan.
7. Melatih
konsistensi & disiplin.
Apalagi kalau punya komitmen nulis rutin. Itu bukan cuma soal menghasilkan
tulisan, tapi juga melatih mental untuk tekun.
--------
Ditulis di Subang, 2 Oktober 2025. Di rumah. Sambil nunggu Si bungsu yang sedang demam.

0 comments:
Post a Comment